Eksekusi Tongkonan Kapun

Tolak Eksekusi Tongkonan Ka’pun, Pengunjuk Rasa Ma’badong di PN Makale

Menurut Tala’, koordinator lapangan aksi, keranda itu menjadi simbol “kematian keadilan” bagi masyarakat adat.

Anastasya/ Tribun Toraja
AKSI SEREMONIAL - Unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Makale, diwarnai aksi membawa keranda mayat sebagai representasi dari “kematian keadilan” bagi masyarakat adat, Senin (6/10/2025). Unjuk rasa menolak eksekusi Tongkonan Ka'pun. 

TRIBUNTORAJA.COM, MAKALE - Suasana halaman Pengadilan Negeri (PN) Makale, Kabupaten Tana Toraja, berubah haru pada Senin (6/10/2025).

Bukan karena upacara adat, melainkan karena aksi unjuk rasa menolak rencana eksekusi Tongkonan Ka’pun yang dibalut dengan simbol budaya Toraja.

Aksi ini digelar oleh Aliansi Mahasiswa dan Masyarakat Toraja bersama sejumlah tokoh adat.

Mereka menghadirkan tandu bambu menyerupai keranda yang dibalut spanduk putih bertuliskan “Keadilan”.

Menurut Tala’, koordinator lapangan aksi, keranda itu menjadi simbol “kematian keadilan” bagi masyarakat adat.

“Keranda ini simbol duka kami terhadap hukum yang tidak berpihak. Kami menyebutnya keranda keadilan, sebab keadilan seolah telah mati bagi masyarakat adat,” ujar Tala’.

Yang membuat aksi ini berbeda, para pengunjuk rasa juga menampilkan ritual Ma’badong, nyanyian duka cita khas Toraja yang biasanya hanya dinyanyikan dalam upacara Rambu Solo’.

Namun kali ini, Ma’badong dijadikan bahasa perlawanan budaya untuk menggambarkan rasa kehilangan dan kekecewaan terhadap sistem keadilan.

Di tengah barisan massa, seorang perempuan tampak mengangkat keranda itu tinggi-tinggi sambil melantunkan syair “Tae’ Tau Sengke” yang berarti “tak ada orang marah”.

Gerakannya pelan namun penuh makna, hingga akhirnya ia menjatuhkan keranda ke tanah, sebagai simbol amarah dan duka atas ketidakadilan yang dirasakan masyarakat adat.

Ritual tersebut menyita perhatian warga Makale yang memadati area pengadilan.

Banyak yang mengaku baru pertama kali menyaksikan demonstrasi dibungkus dalam simbol duka adat Toraja.

“Biasanya Ma’badong untuk orang meninggal. Tapi kali ini untuk keadilan yang mati. Ini cara baru mereka bersuara,” ujar seorang warga yang menonton dari pinggir jalan.

Meski penuh emosi, situasi aksi tetap terkendali berkat pengamanan ketat aparat Polres Tana Toraja.

Sebelum aksi di PN Makale, massa lebih dulu menggelar unjuk rasa di Gedung DPRD Tana Toraja, Jalan Sultan Hasanuddin, Kecamatan Bombongan.

Di sana, mereka menegaskan penolakan terhadap rencana eksekusi Tongkonan Ka’pun, yang kini masih bersengketa.

Massa menilai, eksekusi tongkonan bukan hanya persoalan hukum, melainkan juga ancaman terhadap kelestarian budaya Toraja.

“Tongkonan adalah warisan leluhur dan pusat persatuan orang Toraja. Kami mendesak pengadilan mempertimbangkan dampak sosial dan budaya sebelum mengambil keputusan,” teriak salah satu orator di tengah hujan yang mengguyur kota Makale.

Ratusan aparat gabungan dikerahkan untuk mengamankan jalannya aksi. 

Aksi ini bukan yang pertama.

Sejumlah kelompok masyarakat telah berulang kali menggelar demonstrasi dengan tuntutan serupa, menolak eksekusi Tongkonan Ka’pun dan meminta keadilan bagi masyarakat adat Toraja.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved