Asal Usul Ma’nene, Ritual Menghidupkan Ingatan Leluhur Orang Toraja Sekaligus Merawat Kenangan

Dengan belas kasih, Pong Rumasek merawat jasad itu, memberinya pakaian, lalu memakamkannya secara layak.

Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN TIMUR/SANOVRA JR
RITUAL MA'NENE - Anggota keluarga sedang membersihkan jenazah leluhurnya saat ritual adat Manene di Lembang Tonga Riu, Kecamatan Sesean Suloara, Kabupaten Toraja Utara, Sulsel, Rabu (24/8/2022). Ritual ini mencerminkan keyakinan bahwa kematian tidak memutus hubungan antara yang hidup dengan yang telah tiada. 

Asal-Usul Ma'nene

Sejarah Ma’nene berawal dari legenda Pong Rumasek, seorang pemburu dari Pegunungan Balla.

Suatu hari ia menemukan jasad manusia yang terbengkalai di hutan.

Dengan belas kasih, Pong Rumasek merawat jasad itu, memberinya pakaian, lalu memakamkannya secara layak.

Setelahnya, ia memperoleh keberkahan.

Hasil panen melimpah dan buruan yang berlimpah ruah.

Kisah itu kemudian diwariskan turun-temurun, menanamkan keyakinan bahwa jasad orang yang telah meninggal tetap layak dihormati.

Ada pula versi lain yang menyebut Pong Rumasek menemukan tulang belulang dan dibantu oleh saudaranya, Seregading.

Sejak saat itu, Ma’nene menjadi tradisi yang hidup dalam masyarakat Baruppu, Toraja, hingga kini menjadi identitas budaya yang mendunia.

Simbol Hubungan Abadi

Bagi masyarakat Toraja, Ma’nene bukan sekadar tradisi adat.

Ritual ini mencerminkan keyakinan bahwa kematian tidak memutus hubungan antara yang hidup dengan yang telah tiada.

Dengan merawat jasad leluhur, mereka merawat pula ikatan batin yang tak lekang oleh waktu.

Lebih dari itu, Ma’nene juga berfungsi sebagai perekat sosial.

Setiap kali ritual digelar, keluarga yang telah lama terpisah oleh jarak kembali pulang.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved