Rambu Solo', Pemakaman Anak Pong Masangka Mengikuti Kearifan Lokal

Penulis: Redaksi
Editor: Apriani Landa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lantang untuk penerimaan tamu pada proseso Rambu Solo' untuk Ne' Linggi' sementara dalam proses penyelesaian.

"Kalau sekarang kan banyak menggunakan kertas nasi, kita akan menggunakan daun. Memang merepotkan, tapi kami akan berusaha. Sudah ada yang akan mengurus itu," turut pria paruh baya tersebut.

Baca juga: Mengenal Lantang Pangngan, Prosesi Rambu Solo yang Sudah Jarang di Toraja

Sebelum puncak Rambu Solo', jenazah Ne' Linggi' akan diarak dari rumah ke tongkonan Karongian, lalu ke rante untuk dilakukan menanam Batu Simbuang.

Ini semacam napak tilas ke lokaasi yang pernah ditempati almarhuman, lahir dan bertumbuh.

Batu simbuang merupakan sebuah batu besar atau bisa disebut menhir atau batu megalitik.

Batu ini nantinya ditanam sebagai penanda di Rante Pedukuran dekat SMA Negeri 3 Toraja Utara.

Keberadaan Batu Simbuang merupakan suatu bagian simbol yang sangat penting dalam suatu
proses daur ulang manusia yang diyakini Suku Toraja.

Umumnya, Batu Simbuang berbentuk persegi panjang atau bentuk oval. Bentuk tersebut ada yang diperoleh secara alam, namun kebanyakan dipahat sampai menjadi bentuk yang diinginkan.

Dalam kehidupan masyarakat Toraja, Batu Simbuang merupakan simbol status sosial yang menjelaskan kelas bangsawan dari keluarga yang mendirikan dan memiliki batu tersebut.

Batu simbuang menunjukkan bahwa seseorang dari kalangan bangsawan bulaan baru saja melakukan sebuah upacara Rambu Solo’ dengan ukuran Sapu Randanan.

Setelah itu, jenazah dikembalikan ke lokasi ritual Rambu Solo' dan ditempatkan di Lakkian. Sesuai tradisi, jalan saat keluar tidak boleh sama dengan jalan saat kembali, jadi rombongan akan melewati jalan lain saat membawa kembali jenazah untuk ditempatkan di Lakkian.

Setelah itu, masuklah prosesi Rambu Solo'.

Rambu Solo adalah upacara pemakaman adat Toraja, Sulawesi Selatan, yang telah dilakukan secara turun temurun sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada orang yang telah meninggal.

Upacara Rambu Solo memakan biaya yang tidak sedikit. Karena, upacara ini membutuhkan penyembelihan kerbau dan atau babi yang jumlahnya tidak sedikit dan prosesinya berlangsung beberapa hari.

Selain pemberian babi atau kerbau dari tamu kepada keluarga yang ditinggalkan sebagai wujud ikatan kekeluargaan. Pihak keluarga atau anak dari yang meninggal pun wajib menyembelih hewan kuban.

Banyaknya kerbau yang dipotong juga menandakan tingkat strata dari penyelenggara acara ini. Keluarga Pong Masangka ini termasuk dalam bangsawan tinggi (Tana' Bulaan), sehingga menyembelih kerbau sesuai ukuran Sapu Randanan.

Nantinya, jenazah Ne' Linggi' akan disemayamkan di Patane keluarga, sama dengan jenazah Pong Masangka dan juga ibunya serta sanak keluarga yang lain.