TRIBUNTORAJA.COM - Bagi masyarakat Barus, Kamper adalah jenis pohon yang legendaris.
Sebab pada masanya, pohon penghasil kapur barus ini sudah dikenal ke berbagai kawasan dunia seperti Persia, Yaman, India, hingga Eropa.
“Bagi kami sebagai putra Barus, kegiatan Abah menanam Kamper bukan sekedar gerakan penghijauan biasa. Bagi kami, menanam Kamper berarti menghidupkan kembali identitas Barus,” ungkap Ketua Umum Jamiyah Batak Muslim Indonesia (JBMI), Arif Rahmansyah Marbun, Senin (27/2/2023) dilansir dari Tribunnews.com.
Sejarah Kapur Barus
Jauh sebelum pala dan cengkeh terkenal, sesungguhnya kapur barus yang dihasilkan pohon Kamper (Dryobalanops camphora) telah menjadi primadona masyarakat Eropa dan Timur Tengah.
Pohon Kamper sendiri merupakan pohon endemik Nusantara.
Pohon ini berperawakan besar dengan diameter batang berkisar 70 sentimeter dengan tinggi hingga 62 meter.
Dalam Jurnal "Politik Historiografi Sejarah Lokal: Kisah Kemenyan dan Kapur dari Barus, Sumatera Utara" karya Ichwan Azhari dijelaskan bahwa keberadaan kapur barus sudah menjadi barang penting sejak abad ke-2 Masehi.
Begitu juga latar belakang penamaan kapur barus yang berasal dari wilayah bernama Barus.
“Tempat ini bahkan telah diberitakan oleh Claudius Ptolemaeus pada abad ke-2 Masehi dalam bukunya Geographyke Hyphegeiss yang menyebut Barus sebagai Barousai,” tulis jurnal tersebut.
Besarnya peminat pedagang asing pada kapur barus di masa lalu terbukti dari keberadaan Prasasti Tamil yang ditemukan di Desa Lobu Tua, Kec. Andam Dewi, tahun 1873 oleh kontrolir Belanda di Barus bernama Dr. J.Brandes.
Berdasarkan analisis epigrafi yang dilakukan Y. Subbrayalu dijelaskan bahwa prasasti itu dari perkumpulan pedagang Tamil yang bermukim di Lobu Tua bernama “Yang ke Lima Ratus dari Seribu Arah” dengan tarikh 1010 Saka atau 1008 M.
Baca juga: Segudang Manfaat Buah Pisang, Bisa Atasi Hipertensi