PMKRI Desak Pemerintah Segera Sahkan UU Masyarakat Adat di Peringatan HIMAS 2025

Dalam peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 2025, PMKRI menyoroti maraknya perampasan tanah adat di Indonesia dan mendesak...

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
Tribun Toraja/HO
UU MASYARAKAT ADAT - Dalam peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia 2025, PMKRI menyoroti maraknya perampasan tanah adat di Indonesia dan mendesak pemerintah segera mengesahkan UU Masyarakat Adat. 

TRIBUNTORAJA.COM, JAKARTA — Peringatan Hari Internasional Masyarakat Adat Sedunia (HIMAS) 2025 menjadi momentum bagi Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) untuk menyerukan penghentian perampasan tanah adat dan pengesahan Undang-Undang Masyarakat Adat.

HIMAS tahun ini mengusung tema global “The Right of Indigenous Peoples to Self-Determination: A Path to Food Security and Sovereignty” atau “Hak Masyarakat Adat untuk Menentukan Nasib Sendiri: Sebuah Jalan Menuju Ketahanan dan Kedaulatan Pangan.”

PBB juga menyoroti subtema “Indigenous Peoples and AI: Defending Rights, Shaping Futures” yang membahas keterkaitan masyarakat adat dengan perkembangan kecerdasan buatan.

 

 

Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Periode 2024–2026, Susana Florika Marianti Kandaimu, menyoroti maraknya perampasan tanah adat di Indonesia yang dilakukan dengan dalih pembangunan nasional, investasi, konservasi, maupun proyek berskala internasional.

“Perampasan tanah adat menyebabkan hilangnya ruang hidup masyarakat adat, konflik sosial, dan pelanggaran HAM. Minimnya pengakuan dan perlindungan hukum memperburuk situasi ini,” ujar Susana dalam keterangan resmi yang diterima Tribun Toraja, Minggu (10/8/2025).

Berdasarkan data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), pada 2024 terdapat sekitar 140 komunitas adat yang lahannya dirampas dengan total luas wilayah terdampak mencapai 2,8 juta hektare.

 

Baca juga: Open AI Resmi Rilis Model Baru GPT-5: Setara Kecerdasan PhD, Minim Halu

 

Susana mencontohkan beberapa kasus seperti Sihoporas, Poco Leok, program Food Estate Merauke, Raja Ampat, dan Kepulauan Togean.

Ia menilai program swasembada pangan yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto maupun pemerintahan sebelumnya belum memberi dampak positif bagi ketahanan pangan masyarakat lokal.

Sebaliknya, program tersebut justru memicu kriminalisasi, kekerasan aparat, dan memperlebar kesenjangan ekonomi.

 

Baca juga: Spesifikasi dan Harga HP Infinix Hot 60 Pro, Harga Mulai Rp2 Jutaan

 

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved