Agam Rinjani Ngamuk Saat Jenazah Ayahnya Tak Bisa Dipulangkan ke Makassar
Agam adalah perpaduan watak keras suku Makassar, Sulawesi Selatan dan Batak, Sumatera Utara.
TRIBUNTORAJA.COM - Agam Rinjani trending topik dalam dua pekan terakhir.
Ketulusan dan keberaniannya mengevakuasi Juliana Marins dari jurang Gunung Rinjani sedalam 600 meter pada 25 Juni 2025, melambungkan namanya.
Juliana jatuh di area Letter E punggungan Gunung Rinjani, Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada Sabtu (21/6/25) sekitar pukul 05.30 Wita.
Bukan hanya di Indonesia, nama Agam masyhur hingga Brasil, negara asal Juliana.
Agam adalah perpaduan watak keras pantang menyerah suku Makassar, Sulawesi Selatan dan Batak, Sumatera Utara.
Ibunya, Saharna Daeng Rimang wanita Makassar sedangkan ayahnya, Khairul Agam pria Batak.
Terlahir dengan nama Abdul Haris Agam, 22 Desember 1988, pemuda kurus ini melalui masa kecil dengan kondisi sulit.
Ucok, sapaan masa kecil Abdul Haris Agam, harus membantu ekonomi keluarga dengan menjadi pemulung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Antang, Makassar.
Dalam keterbatasan, Ucok yang sejak kecil berbeda dengan teman-temannya, tak ingin meninggalkan sekolah.
"Ucok, kalau dia temukan buku saat memulung sampah, buku itu langsung dia bersihkan dan bawa pulang untuk dia baca," ujar Daeng Rimang dalam sebuah wawancara podcast.
Dan untuk urusan sekolah, nasib baik berpihak kepada Ucok.
Berkat bantuan sejumlah orang baik serta dukungan dari Daeng Rimang, Ucok berhasil menjadi Sarjana Antropologi Universitas Hasanuddin (Unhas), kampus negeri terbesar di Sulsel.
Jiwa petualangan Ucok ditempa saat menjadi anggota Korps Pencinta Alam (Korpala) Unhas.
Organisasi yang mengajarinya berbagai keterampilan kepencintaalaman termasuk vertical rescue.
Setelah bergelar sarjana, usai mendampingi yuniornya mendaki Gunung Rinjani pada 2016, Ucok memutuskan tak kembali ke Makassar.
Dia jatuh cinta pada Rinjani yang menurutnya gunung paling komplit di Indonesia.
Setelah empat tahun bekerja sebagai porter Gunung Rinjani, Ucok naik kelas menjadi guide.
Hingga kasus Juliana Marins menjadi berita internasional, Ucok dikenal hanya sebagai seorang guide tour Gunung Rinjani, bukan pahlawan kemanusiaan.
Padahal, sebelum kabar keberhasilnya mengangkat jenazah Juliana tersebar ke seantero dunia, Ucok setidaknya telah mengevakuasi 11 jenazah pendaki yang meninggal di Rinjai.
Tak banyak yang tahu, Ucok menyimpan duka mendalam dari kematian ayahnya, Khairul Agam.
Dan sejak kematian ayahnya, dia mengubah nama panggilannya dari Ucok menjadi Agam Rinjani.
Cinta Daeng Rimang
Daeng Rimang menikah dengan Khairul Agam, pelaut asal Batak, akhir tahun 80-an.
Pengantin baru ini mulanya mengontrak rumah di daerah Tanjung Alang, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar.
Kemudian, pada 1992 saat Agam berumur empat tahun, keluarga ini pindah di Jl Antang Raya, tak jauh dari kawasan TPA Antang, Kecamatan Manggala, Kota Makassar.
Di kawasan TPA itu, Daeng Rimang membantu perekonomian keluarga dengan menjadi pengepul kaleng bekas.
Sementara Khairul Agam yang dulunya pelaut, bekerja sebagai teknisi pemasangan pipa PDAM.
Kemudian pada tahun 1999, Khairul Agam merantau ke Sorong, Papua, dan bekerja sebagai tukang ojek.
Ucok kecil kerap membantu ibunya mengepul kaleng bekas.
Kaleng-kaleng bekas itu digeprek sang ibu untuk ditimbang atau dijual ke pengepul barang bekas.
"Jadi mulai tahun 92 itu, saya kerja sebagai tukang tumbuk kaleng bekas," kata Daeng Rimang yang kini tinggal di Jl Manunggal, Kelurahan Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Makassar, Senin (14/7/2025).
Meski seorang perempuan, Daeng Rimang tak risih bekerja layaknya seorang pria.
Baginya, apapun itu asalkan halal untuk keluarga akan dilakoni.
"Pernah sampai 3 ton kaleng bekas saya tumbuk sendiri. Itu saya dapat Rp300 ribu per tiga ton," ujarnya.
Dalam sebulan, setidaknya sembilan ton kaleng bekas yang digeprek ibu enam anak ini.
Daeng Rimang dua kali menikah. Dari pernikahan pertamanya dia dikarunia empat anak.
Sedangkan dari suami keduanya, dia dikarunia dua anak, salah satunya Agam Rinjani.
"Itu kalau Agam pulang sekolah, dia bantu saya kumpulkan kaleng baru saya yang tumbuk (geprek)," ucapnya.
Kegigihan Agam membantu sang ibu, dirasakan betul oleh perempuan kelahiran Makassar 3 Maret 1949 ini.
Pasalnya, di keheningan malam, Agam kerap terbangun untuk mengumpulkan kaleng bekas yang akan digeprek sang ibu.
"Biasa itu, saya suruh cepat tidur karena kan kalau pagi pergi sekolah. Tapi sering saya lihat, bangun jam 1 malam baru dia kumpul itu kaleng bekas," bebernya.
Jiwa sosial Agam, kata Daeng Rimang, sudah terlihat sejak kecil.
Memori Daeng Rimang mengingat betul momen saat dirinya baru saja membeli dua liter beras.
Saat itu, kata dia, kondisi keuangannya cukup sulit.
Ia hanya mampu membeli dua liter beras untuk dimakan sekeluarga.
Namun di saat yang sama, Agam melihat tetangganya yang tidak punya beras.
Ucok kecil pun meminta sebagian beras ke ibunya itu untuk diberikan ke teman sekaligus tetangganya.
"Jadi itu beras dua liter saya bagi, satu-satu literku. Karena Ucok kasihan lihat itu tetangga mau masak tapi tidak adami berasnya," kenang Daeng Rimang.
Daeng Rimang mengaku, saat mendapat kabar Agam menjadi tim SAR yang turut membantu evakuasi Juliana Marins, dirinya tak begitu heran.
Pasalnya, kata dia, Agam sudah terbiasa terjun ke lapangan utamanya saat terjadi bencana.
Meski demikian, dirinya juga sempat khawatir melihat aksi heroik sang anak menuruni jurang Gunung Rinjani sedalam 600 meter demi misi kemanusiaan.
"Saya sedih sebenarnya, saya takut lihat anakku di bawah (jurang) situ. Sampai tidak tidur saya dua hari, khawatir itu (tebing) runtuh bagaimana," ujarnya.
Jiwa petualang Agam, kata Daeng Rimang, diwarisi oleh mendiang kakek dan ayahnya yang seorang pelaut.
Namun, setelah menikah dengan Daeng Rimang, Khairul Agam memilih tidak melanjutkan profesinya sebagai pelaut.
"Karena waktu itu, dia (Khairul Agam) disuruh ikut sekolah ke Singapura, tapi tidak mau pisah dengan saya, makanya tidak dia lanjut," sebutnya.
Khairul Agam pun menafkahi keluarganya dengan bekerja sebagai teknisi pemasangan pipa PDAM pasca tak lagi melaut.
Kemudian pada tahun 1999, Khairul Agam merantau ke Sorong, Papua.
Saat Covid-19 melanda Indonesia, Khairul Agam ikut terpapar dan meninggal di Sorong pada 2021.
"Mengamuk itu Ucok waktu meninggal bapaknya di Sorong, karena tidak bisa dipulangkan ke Makassar jenazahnya karena Covid," kenangnya.
Daeng Rimang mengaku, tidak pernah membatasi Agam dalam mencari jati diri.
Ia selalu memberi restu utamanya saat menjadi Tim SAR atau menjadi petualang untuk menapaki setiap gunung yang dituju.
Dengan catatan, Agam tak boleh nakal.
"Saya itu tidak pernah kekang anakku, bilang tidak boleh ini itu. Selama itu kebaikan saya izinkan," tuturnya.
Kakak Ipar Agam, Serka (Purn) Hary mengaku kagum dengan jiwa petualang dan sosial Agam.
Hary mengatakan, Agam sempat turut melibatkan diri mencari sosok Mayor (CPM) Latang yang hilang di Gunung Gandang Dewata, Mamasa, Sulbar pada 2007 silam.
Saat itu, kenang Hary yang juga pensiunan Corps Polisi Militer (CPM), Agam ikut turut mencari Mayor Latang di belantara hutan Gunung Gandang Dewata.
"Dia tidak tergabung dalam tim pencari waktu itu. Tapi setelah dia dapat informasi, dia pergi secara mandiri mencari Mayor Latang," kenangnya.
Tidak hanya itu, lanjut pensiunan Detasemen Polisi Militer (Denpom) XIV Hasanuddin ini, pada 2016, Agam juga sempat bergabung dengan tim ekspedisi NKRI bersama prajurit Kopassus, pemuda dan mahasiswa dari seluruh Indonesia.(emba)
Kronologi Evakuasi Pendaki Belanda, Sarah Tamar yang Jatuh di Gunung Rinjani NTB |
![]() |
---|
Kemarin Pendaki Swiss, Hari Ini Pendaki Asal Belanda Jatuh di Gunung Rinjani |
![]() |
---|
Lagi, Pendaki Asing Jatuh di Gunung Rinjani, Begini Kondisi Terakhirnya |
![]() |
---|
Keluarga Pendaki Brasil yang Meninggal di Rinjani Akan Menggugat, Begini Respon Basarnas |
![]() |
---|
Jenazah Juliana Marins Dimakamkan di Brasil, Keluarga Kritik Lambatnya Evakuasi di Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.