750 Ribu Warga Israel Unjuk Rasa Tuntut Netanyahu Mundur, Aktifis Wanita Tewas di Sniper IDF

The Times of Israel menambahkan pembicara aksi unjuk rasa memimpin teriakan "Netanyahu pembunuh!" yang disambut gemuruh demonstran lainnya.

Editor: Imam Wahyudi
tribunnews
Demonstran menggelar aksi bakar api di depan Kementerian Pertahanan Israel di Tel Aviv pada 7 September 2024. 

TRIBUNTORAJA.COM - Sekitar 750 ribu warga Israel turun ke jalan menuntut Benjamin Netanyahu menyetujui kesepakatan gencatan senjata di Gaza.

Tuntutan itu disampaikan dengan harapan sisa sandera Israel di Gaza bisa segera dibebaskan oleh Hamas.

Laporan Yedioth Ahronoth, aksi unjuk rasa itu berlangsung pada Sabtu (7/9/2024), di kota-kota seluruh Israel, termasuk Tel Aviv dan Haifa.

Channel 12, sebagaimana dikutip Anadolu Ajansi, mencatat aksi unjuk rasa itu merupakan salah satu yang terbesar yang pernah ada sejak 7 Oktober 2023.

Pembicara dalam aksi unjuk rasa itu menuduh Netanyahu bersikeras mempertahankan posisi militer Israel di Koridor Philadelphia untuk menggagalkan kesekapatan pembebasan sandera. 

"Dia hanya ingin menjaga pemerintahan sayap kanannya tetap utuh," kata pembicara itu, dilansir The Times of Israel.

The Times of Israel menambahkan pembicara aksi unjuk rasa memimpin teriakan "Netanyahu pembunuh!" yang disambut gemuruh demonstran lainnya.

Gerakan Bring Them Home Now mengunggah di X, "unjuk rasa terbesar dalam sejarah Israel sedang berlangsung saat ini, dengan lebih dari setengah juta pendukung, yang menyerukan kesepakatan yang akan membawa pulang semua 101 sandera. Selain itu, seperempat juta orang berdemonstrasi di seluruh Israel."

Menyusul penemuan enam jenazah tawanan di terowongan Gaza pada pekan lalu, gerakan tersebut mengatakan "rakyat Israel sudah muak."

"Rakyat Israel menyerukan 'Setujui kesepakatan gencatan senjata'," katanya.

IDF Sniper Kepala Aktivis Wanita

Sementara itu, aktivis keturunan Turki-Amerika yang ikut dalam protes menentang perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat, Aysenur Ezgi Eygi, tewas ditembak oleh tentara Israel pada  Jumat (6/9/24).

Aktivis wanita ini, merupakan lulusan Universitas Washington di Seattle.

Pembunuhan Eygi oleh sniper IDF memicu gelombang unjuk rasa di Kota Seattle.

Gedung Putih menyatakan sangat terganggu dengan kematian Aysenur Ezgi Eygi dan meminta Israel untuk menyelidikinya.

Kementerian luar negeri Turki mengatakan Eygi ditembak tepat di kepala saat demo berlangsung dan menyalahkan pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu atas kematiannya.

Para pejabat Palestina menyatakan, Eygi merupakan aktivis muda berusia 26 tahun dari Seattle, Amerika Serikat, yang memiliki kewarganegaraan AS dan Turki.

Eygi baru saja lulus dari Universitas Washington di Seattle, kata rektor di universitas tersebut, Ana Mari Cauce, dalam sebuah pernyataan.

Dia menggambarkan berita kematian Eygi sebagai hal yang "mengerikan" dan mengatakan bahwa Eygi memiliki "pengaruh positif" pada siswa lain.

Dia belajar psikologi serta bahasa dan budaya Timur Tengah di universitas tersebut, kata keluarganya, dalam sebuah pernyataan pada Jumat malam yang dibagikan oleh organisasi pro-Palestina, Institute of Middle East Understanding.

Militer Israel mengatakan pasukannya telah menembak ke arah seorang laki-laki yang menjadi "penghasut utama" yang memberikan ancaman dengan melemparkan batu ke arah tentara.

Pihak militer sedang menyelidiki laporan bahwa seorang perempuan warga negara asing "tewas akibat tembakan di daerah tersebut. Rincian insiden dan keadaan di mana dia ditembak sedang ditinjau."

Belum ada komentar langsung dari Benjamin Netanyahu mengenai insiden tersebut.

Fouad Nafaa, kepala Rumah Sakit Rafidia di Nablus, mengatakan kepada Reuters bahwa Eygi tiba di sana dalam kondisi kritis dengan cedera kepala serius.

“Kami mencoba melakukan operasi resusitasi padanya, namun sayangnya dia meninggal,” katanya.

Kantor berita resmi Otoritas Palestina, WAFA, mengatakan insiden itu terjadi selama unjuk rasa rutin yang dilakukan para aktivis di Beita, sebuah desa dekat Nablus yang sering dilanda serangan berulang kali terhadap warga Palestina oleh pemukim Yahudi.

Aksi Protes Meningkat sejak 7 Oktober 2023

Al Jazeera, mengutip data yang dikumpulkan Proyek Data Lokasi dan Peristiwa Konflik Bersenjata (ACLED), antara 7 Oktober 2023 hingga 30 Agustus 2024, mencatat setidaknya ada 1.240 aksi unjuk rasa yang telah terjadi di Israel.

Frekuensinya terus meningkat, menurut data tersebut.

Diketahui, gelombang protes sudah menghantam Israel sejak sebelum perang di Gaza berlangsung.

Sebelum 7 Oktober 2023, aksi unjuk rasa mendesak pengunduran diri Netanyahu yang dianggap menghindari tuduhan korupsi.

Lalu, setelah Operasi Banjir Al-Aqsa pecah, hampir 86 persen unjuk rasa menyerukan kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas untuk membebaskan sandera yang ditahan di Gaza.

Setidaknya 494 protes telah ditujukan terhadap pemerintahan Netanyahu, menuntut pemilu lebih awal, sebagian besar karena penanganannya terhadap perang.

Pada November 2023, para negosiator berhasil mencapai gencatan senjata sementara selama tujuh hari, yang memberikan harapan bagi banyak keluarga yang kini berdemonstrasi.

Gencatan senjata saat itu mengakibatkan pembebasan 105 sandera Israel yang "ditukar" 210 sandera Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Namun, sandera Israel lainnya telah meninggal di Gaza dan orang-orang menyalahkan Netanyahu.

Warga Israel menuding Netanyahu tak menginginkan gencatan senjata

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Unjuk Rasa Terbesar di Israel sejak 7 Oktober 2023, Teriakan Netanyahu Pembunuh Bergemuruh 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved