Prabowo Mau Tambah Jumlah Kementerian, DPR Ubah Undang-undang

Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas menyebut revisi UU Kementerian Negara didasarkan pada putusan MK Nomor 79/PUU-IX/2011.

Editor: Imam Wahyudi
Dok Tim Komunikasi Gerindra
Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka (via Kompas.com) 

Terpisah, anggota Baleg DPR, Mardani Ali Sera mengaku kaget terhadap undangan rapat pleno pembahasan revisi UU Kementerian Negara. Mardani mengaku baru menerima undangan itu pada Senin (13/5/24) atau sehari sebelum masa sidang dibuka Selasa kemarin.

Meski belum mengetahui arah pembahasan dalam pleno, Mardani mengungkapkan keberatan jika UU Kementerian Negara direvisi untuk menambah jumlah kementerian.

Menurut dia, semestinya kementerian disusun dengan prinsip miskin struktur, tetapi kaya fungsi.

”Kalau semakin banyak kementerian, khawatir akan susah koordinasi, susah sinergi, susah kolaborasi. Kalau ikut jalan reformasi birokrasi, semestinya (jumlah) kementerian justru mengecil bukan membesar,” kata dia.

Menurut anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, efektivitas kerja kabinet dengan jumlah kementerian yang besar memang akan sangat bergantung pada kemampuan presiden dalam mengelolanya.

Akan tetapi, ia mengingatkan, semakin besar jumlah kementerian akan berdampak pada biaya belanja pegawai yang semakin besar. Koordinasi dan sinergi antarlembaga juga akan semakin sulit, sehingga pemerintahan akan kian jauh dari prinsip reformasi birokrasi, yakni pembangunan institusi yang sedikit tetapi efektif.

Mardani tidak memungkiri perubahan UU Kementerian Negara terkait dengan rencana pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menambah kementerian periode 2024–2029.

Pasangan presiden dan wakil presiden terpilih itu disebut bakal memperbanyak kementerian untuk mengakomodasi kepentingan politik partai, baik yang mengusung maupun yang berada di kubu lawan mereka pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Kendati demikian, Mardani menegaskan, hal tersebut merupakan hak prerogatif presiden terpilih. Sebelum Prabowo dilantik, urusan struktur kementerian juga masih menjadi hak prerogatif Presiden Joko Widodo.

”Karena masa sekarang (Prabowo belum dilantik dan Jokowi belum lengser) mestinya itu kolaborasi mungkin ya,” ujarnya.

Penolakan terhadap revisi UU Kementerian sebelumnya juga dilontarkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan UU Kementerian Negara dibentuk untuk mencapai tujuan bernegara, bukan mengakomodasi kekuatan politik.

"Melihat seluruh desain dari Kementerian Negara itu kan bertujuan untuk mencapai tujuan bernegara, bukan untuk mengakomodasikan seluruh kekuatan politik," kata Hasto saat ditemui di Galeri Nasional, Jakarta, Senin (13/5/24).

Dia menegaskan desain kabinet haruslah efektif dan efisien di tengah persoalan ekonomi seperti pelemahan rupiah, tenaga kerja, deindustrialisasi, pendidikan, kesehatan hingga masalah geopolitik.

"(Jadi langkah diambil seharusnya) bukan untuk memperbesar ruang akomodasi," ujar Hasto.(tribun network/igm/mam/dod)

Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved