Ada-ada Saja Alasan Polda Sulsel Bebaskan Passobis Lewat Restorative Justice
RJ memang diakui dalam hukum positif di Indonesia, tetapi hanya bisa diterapkan pada kasus tertentu dengan syarat ketat.
TRIBUNTORAJA.COM – Langkah Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Sulsel menyelesaikan perkara penipuan sosial bisnis (sobis) melalui jalur restorative justice (RJ) menuai sorotan.
Pakar Hukum Pidana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar, Dr Rahman Syamsuddin, menilai penerapan RJ dalam kasus sobis tidak tepat.
Menurutnya, RJ memang diakui dalam hukum positif di Indonesia, tetapi hanya bisa diterapkan pada kasus tertentu dengan syarat ketat.
“Secara umum, RJ hanya dapat diberlakukan pada tindak pidana dengan ancaman di bawah lima tahun, kerugian yang relatif kecil, ada perdamaian antara korban dan pelaku, serta kasus tersebut tidak menimbulkan keresahan di masyarakat,” jelasnya, Senin (29/9/2025).
Rahman menegaskan, penipuan sobis biasanya melibatkan kerugian besar, banyak korban, dan menimbulkan keresahan publik.
Karena itu, secara hukum maupun etika, penghentian kasus penipuan sobis lewat RJ bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum.
“Untuk kasus berskala besar seperti social business scam, proses hukum sebaiknya dilanjutkan sampai ke pengadilan agar ada kepastian hukum sekaligus efek jera bagi pelaku,” tegasnya.
Sebelumnya, Polda Sulsel diterpa isu miring terkait pembebasan sejumlah pelaku sobis setelah diduga menyetor uang ratusan juta rupiah.
Isu ini viral di media sosial, diunggah akun Instagram @portalsulsel dan Facebook Sosmed Sulsel.
Dalam unggahan itu disebutkan ada sekitar 12 orang terduga pelaku yang ditangani Polda Sulsel.
Sebagian dari mereka, termasuk dua pimpinan kelompok berinisial HK dan SD, disebut membayar ratusan juta rupiah untuk bebas.
Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Pol Didik Supranoto membantah keras tudingan tersebut.
Menurutnya, para pelaku dibebaskan bukan karena uang, melainkan karena kasus dihentikan lewat mekanisme restorative justice.
“Ditkrimsus telah menyelesaikan perkara dengan RJ atas kemauan korban. Laporan dicabut karena ada kesepakatan kedua belah pihak dan kerugian telah dikembalikan,” kata Didik dalam keterangan tertulis, Senin (22/9/2025).
“Jadi tidak benar apabila Ditkrimsus meminta imbalan uang,” tegasnya.
Didik menjelaskan, Ditreskrimsus sebelumnya menangkap tiga terduga pelaku penipuan online berinisial TS, YD alias H, dan FDA di Kabupaten Wajo.
Berkas perkara mereka telah dikirim ke Kejaksaan Tinggi Sulsel pada 28 Juli 2025.
Namun pada 8 Agustus 2025, korban berinisial PH mencabut laporan karena kerugiannya sudah dikembalikan.
Pada 11 Agustus 2025, dilakukan gelar perkara penghentian penyidikan dan disepakati kasus diselesaikan melalui jalur RJ.
Penghentian penyidikan itu dituangkan dalam Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor: SPPP/63/VIII/RES.2.5./2025/Ditreskrimsus tanggal 12 Agustus 2025.
Polda juga telah mengirim pemberitahuan ke Kejati Sulsel.
Meski begitu, isu soal “setoran uang penangguhan” terlanjur viral di media sosial.
Beberapa akun bahkan menuliskan bahwa pelaku membayar Rp350 juta hingga Rp600 juta untuk bisa keluar.
Unggahan tersebut ramai dikomentari warganet.
Di akun Facebook Sosmed Sulsel, misalnya, seorang pengguna menulis, “Kasus apapun selama ada cuan pasti bebas.”
Sementara di Instagram, ada pula komentar yang meminta kasus ini dilaporkan ke Presiden Prabowo.
Asal Usul Pasobis di Sidrap
Passobis, kadang juga tertulis Pasobis, adalah istilah yang digunakan di Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Sidrap (Sidenreng Rappang), untuk menyebut sindikat penipuan daring (online fraud) yang menipu masyarakat lewat berbagai modus digital.
Istilah ini sering dikaitkan dengan sobis (social business scam) dalam konteks penipuan digital yang menyasar korban banyak orang lewat mekanisme bisnis palsu, investasi palsu, jual beli fiktif, atau penggunaan identitas palsu.
Pasobis Sidrap merujuk pada sindikat penipuan daring yang cukup masif di wilayah Sidrap, menggunakan modus digital dan identitas palsu, serta jaringan yang terorganisir.
Pasobis atau sindikat penipuan online di Sidrap mulai terungkap setelah banyak laporan dari masyarakat, termasuk laporan bahwa nama pejabat TNI dicatut dalam modus penipuan.
Pelaku pasobis berumur antara 15 sampai 45 tahun dengan tugas berbeda-beda dalam kelompok, mulai dari yang melakukan komunikasi dengan korban, menyiapkan materi iklan palsu, hingga pengiriman barang yang tidak ada.
Keuntungan yang didapat diperkirakan antara Rp 70 juta sampai sekitar Rp 150 juta per bulan dengan korban antara 20–30 orang per bulan pada satu periode.(emba)
Siswa SMAN 2 dan 3 Rantepao Pilih Ketua OSIS Lewat E-Vote |
![]() |
---|
Sudah Punya 900 Ekor Ayam Petelur, BUMDes Citra Mandiri Tana Toraja Siap Jadi Pemasok MBG |
![]() |
---|
Sisemba' atau Saling Tendang Warnai Akhir Prosesi Ma'Nene di Toraja Utara, Ini Maknanya |
![]() |
---|
VIRAL! Video Anggota DPRD Gorontalo Ngaku Habiskan Uang Negara di Makassar Bareng Pacar |
![]() |
---|
70 Stan Meriahkan Festival Kopi Toraja 2025 di Alun-alun Rantepao |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.