Mengenal Lantang Pangngan, Prosesi Rambu Solo yang Sudah Jarang di Toraja

Penulis: Redaksi
Editor: Apriani Landa
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Lantang Pangngan untu prosesi rambu solo' almarhum Arnold Paseranan, warga Langda, Kecamatan Sopai, Toraja Utara, yang meninggal di usia 17 tahun.

Penulis: Febe Tolan

TRIBUNTORAJA.COM - Rambu Solo' atau upacara kematian merupakan salah satu aktivitas adat yang paling dikenal dari masyarakat Suku Toraja.

Upacara Rambu Solo’ bagi masyarakat Suku Toraja merupakan salah satu adat tertinggi dalam siklus kehidupan khususnya bagi manusia. Maka tak heran, berbagai ritual dilaksanakan untuk mengantarkan almarhum agar bisa beristirahat di alam Puya (surga).

Salah satu ritual dalam Rambu Solo’ yang sangat jarang ditemui saat ini ialah Lantang Pangngan. Jika diterjemahkan secara harafiah, lantang berarti pondok sedangkan pangngan adalah sirih. Jadi, Lantang Pangngan berarti pondok yang berisi sirih.

Bentuk Lantang Pangngan menyerupai bangunan rumah, tepatnya miniatur rumah atau tongkonan. Uniknya, karena tidak hanya sekedar miniatur bangunan, tapi Lantang Pangngan dibuat lebih megah.

Kemegahannya makin terlihat karena dihiasi berbagai ornamen khas yang lekat dengan almarhum semasa hidup, misalnya mobil. Kemudian diterangi dengan obor, lampu-lampu, dan lilin. Tidak ketinggalan sirih atau pinang.

Ma’lantang Pangngan adalah tanda kesedihan oleh keluarga dan kerabat yang ditinggalkan juga teman-teman sepermainan almarhum.

Lantang Pangngan dibuat oleh keluarga dan teman sepermainan almarhum, sebagai tanda kasih dan kerinduan mereka untuk bermain bersama.

Satu orang mati bisa dibuatkan lebih dari satu Lantang Pangngan, tergantung kesiapan keluarga dan keinginan teman-temannya.

Pembuatan Lantang Pangngan bisa menghabiskan anggaran puluan hingga ratusan juta rupiah, tergantung model, besarnya, dan juga bahan yang digunakan.

Dalam kebudayaan Toraja, prosesi Lantang Pangngan dilaksanakan pada upacara Rambu Solo’ bagi orang Toraja yang meninggal di usia muda atau belum menikah. Yang dalam bahasa Toraja dikatakan "tomate malolle".

Prosesi Lantang Pangngan yang hanya dilangsungkan bagi tomate malolle (meninggal di usia muda). Memang sangatlah unik dan bahkan tidak sering dilaksanakan, karena pada umumnya prosesi Lantang Pangngan hanya dilaksanakan di wilayah tertentu dan oleh rumpun tertentu.

Lantang Pangngan ini akan diarak oleh kerabat dan teman sepermainan, malam sebelum jenazahnya di makamkan. Waktu pelaksanaannya sekitar pukul 18.00-selesai, menyesuaikan dengan jumlah lantang pangngan yang tersedia.

Biasanya akan diarak dari satu titik kumpul dan berhenti didepan rumah duka.

Dalam prosesi ini, keluarga serta sahabat yang membawa Lantang Pangngan akan melantunkan ungkapan dukacita dan diiringi oleh iringan keluarga yang membawa aneka makanan, sirih, minuman, serta kembang api.

Salah satu yang dilakukan prosesi Lantang Pangngan adalah Arnold Paseranan, warga Langda, Kecamatan Sopai, Toraja Utara. Prosesi Lantang Pangngan dilakukan Rabu (24/5/2023) malam lalu.

Baca juga: Viral Pelajar SMK di Toraja Meninggal Disebut Tertimpa Durian, Saksi Kunci: Itu Tidak Benar

Arnold merupakan siswa SMKN2 Kesu, Toraja Utara, yang meninggal karena kecelakaan daerah Kadundung, Kelurahan Nonongan Utara, Kecamatan Sopai, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Setelah sempat dirawat, Arnold dinyatakan meninggal dunia pada Sabtu (22/4/2023) lalu.

Kematian Arnold ini sempat ramai di media sosial karena disebutkan Arnold meninggal dunia akibat tertimpa durian di daerah Kadundung.

Arnold Paseranan meninggal di usia yang masih sangat muda, 17 tahun.

Ada empat Langtang Pangngan yang dibuatkan untuk Arnold.

Lantang Pangngan diterangi lilin dan obor serta ornament lainnya bahkan dihiasi dengan foto-foto Arnold semasa hidup.

Lemudian, lantang tersebut diarak oleh keluarga dan kerabatnya sambil melantunkan nyanyian pilu menandakan kesedihan dan kerinduan akan sosok Arnold dan mengharapkan agar Arnold dapat bermain di alam Puya dengan tenang.(*)