Jelaskan Bahaya Post Truth dan AI, Ketua Dewan Pers Jadikan Datuk Maringgih Sebagai Contoh

Peran dramatis realisnya di sinetron adaptasi dari roman Kasih Tak Sampai (Marah Rusli; 1922) itu, dibenci, dicaci hingga diludahi oleh masyarakat.

Editor: Imam Wahyudi
ist
ARTIFICIAL INTELLIGENCE - Ketua Dewan Pers, Prof Dr Komaruddin Hidayat MA (berdiri) dan Ketua Bidang Digital dan Sustainability Dewan Pers, Dahlan Dahi (duduk) saat membawakan materi bahaya publik atas penggunaan serampangan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence atau AI) oleh media massa dan jurnalis di hall Dewan Pers, Jl Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025) siang. 

Siti Nurbaya oleh Novia Kolopaking (52), dan sejak 1993 jadi istri Emha Ainun Nadjib (72).  

Sedangkan Samsul Bahri diperankan Sandy Nayoan (54), kini pengacara dan politisi PKB.

Menurut Komaruddin Hidayat, realitas yang diciptakan dari hasil AI dipublikasi dan viral di media sosial berpotensi mempertebal dampak post truth di masyarakat digital.

Dewan Pers berharap, penerbit, perusahaan media digital, dan organisasi profesi jurnalis ikut mengedukasi masyarakat.

Komaruddin adalah intelektual Muslim moderat Indonesia. 

Saat kuliah di IAIN Syarif Hidayatullah dia pernah jadi jurnalis.

"Kita dulu cari berita naik turun bus. Cari berita eksklusif. Sekarang berita flat, cenderung seragam dan minim garapan eksklusif," ujarnya menyebut tantangan media massa Indonesia.

Setelah diamanahkan jadi Ketua Panitia Pengawas Pemilu tahun 2004, dia dipercaya menjadi Rektor UIN Syarif Hidayatullah selama dua periode (2006-2015).

Setelah menjabat Rektor Univeritas Islam Internasional Indonesia (2019-2024), alumnus pesantren Muntilan Magelang, ini menjabat ketua dewan pers, mewakili masyarakat.

Tugas besar dewan pers adalah menjaga masyarakat agar tetap mendapat informasi faktual, aktual, relevan, mengendapkan cara-cara etik sesuai dengan karakter bangsa.

Di forum sama, anggota Ketua Bidang Digital dan Sustainability Dewan Pers, Dahlan Dahi (53) menyebut realitas digital seharusnya tetap dekat realitas obyektif dan mempertegas realitas inter-subyektif.

Mengutip klasifikasi 3 jenis realitas dari buku Sapiens Yuval Noah Harari, CEO Tribun Network ini, menyebut media massa kini bukan semata menyajikan realitas obyektif melainkan juga ikut memperkecil "realitas subyektif".

Konsep tentang bangsa, Pancasila, uang, dan ideologi negara itu realitas intersubyektif.

"Sejarah perjuangan Soekarno, para pahlawan adalah story (cerita) yang membentuk realitas intersubyektif. Jika anak-anak yang lahir 5 atau 10 tahun kedepan tak dapat dan tak mau lagi pelajari lagi story itu, maka negara nanti akan pupus. Itu bagian dari tugas dewan pers."  ujar jebolan Unhas ini.(tribunnews)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved