Tiket Pesawat Masih Mahal, Ini Penjelasan Menhub Budi Karya Sumadi

Menhub menyebutkan bahwa dengan perkembangan transportasi udara yang sudah menjadi kebutuhan primer, pengenaan PPN sudah tidak relevan.

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
TRIBUN-TIMUR.COM/NURUL HIDAYAH
ILUSTRASI - Bandara Sultan Hasanuddin Makassar. 

TRIBUNOTORAJA.COM, JAKARTA – Tingginya harga tiket pesawat domestik menjadi perhatian publik. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi menjelaskan empat faktor utama yang menyebabkan mahalnya harga tiket pesawat dalam negeri.

Dalam konferensi pers bertajuk Kinerja Sektor Transportasi 10 Tahun Pemerintahan Presiden Joko Widodo di Jakarta, Selasa (1/10/2024), Menhub menekankan bahwa penyebab tingginya harga tiket bukan hanya dari satu aspek.

"Saya sudah berulang kali menyampaikan bahwa harga tiket bukan hanya karena kami, ada empat faktor yang jika diselesaikan dapat menurunkan harga," ujar Menhub, dikutip dari Antara.

 

 

Faktor pertama yang disebutkan adalah harga avtur atau bahan bakar pesawat. Menurut Menhub, jika harga avtur di Indonesia bisa disesuaikan dengan standar internasional, harga tiket pesawat bisa lebih murah.

"Saya sudah berdiskusi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Pak Luhut Binsar Pandjaitan, untuk memperbaiki harga avtur," tambahnya. Menhub juga menyoroti bahwa di negara lain ada lebih banyak penyedia avtur, sementara di Indonesia cenderung monopolistik.

Faktor kedua adalah pajak impor suku cadang pesawat.

 

Baca juga: Pemerintah Janji Harga Tiket Pesawat Turun Sebelum Jokowi Lengser

 

Menhub Budi Karya membandingkan bahwa negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia tidak mengenakan pajak untuk suku cadang, sementara di Indonesia pajak impor tetap berlaku. 

"Bayangkan dampaknya pada sekitar 400 pesawat yang kita operasikan," jelasnya, seraya menambahkan bahwa isu ini sedang dalam proses penyelesaian.

Faktor ketiga yang diperhatikan adalah penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen untuk penumpang dan avtur.

 

Baca juga: Tiket Pesawat Indonesia Termahal Kedua di Dunia, Dipicu Tingginya Pajak dari Pemerintah

 

Menhub menyebutkan bahwa dengan perkembangan transportasi udara yang sudah menjadi kebutuhan primer, pengenaan PPN sudah tidak relevan.

Faktor terakhir yang ditekankan adalah perlunya sinergi dan kolaborasi antar-pemangku kepentingan. Menhub menegaskan bahwa tanpa kolaborasi ini, masalah harga tiket tidak akan terselesaikan.

"Saya berharap melalui perbaikan pada aspek-aspek ini, harga tiket pesawat domestik dapat menjadi lebih terjangkau bagi masyarakat," katanya.

 

Baca juga: Pemerintah Siapkan Strategi untuk Turunkan Harga Tiket Pesawat

 

CEO AirAsia Beberkan Alasan Mahal

CEO Capital A Berhad, Tony Fernandes, yang merupakan induk usaha maskapai AirAsia, juga menyoroti beberapa alasan tingginya harga tiket pesawat domestik di Indonesia. Dalam keterangannya di Jakarta, Sabtu (7/9/2024), Fernandes mengidentifikasi tiga faktor kunci penyebab mahalnya tiket.

Pertama, harga avtur di Indonesia yang dijual oleh Pertamina disebut sebagai komponen biaya terbesar bagi maskapai penerbangan.

"Harga bahan bakar di Indonesia adalah yang tertinggi di ASEAN, sekitar 28 persen lebih mahal," ungkapnya, dikutip dari Kompas.com.

 

Baca juga: Daftar Harga Tiket Pesawat Mudik Lebaran 2024: Jakarta-Makassar Mulai Rp 1,4 Jutaan

 

Fernandes juga menyoroti kurangnya kompetisi di sektor penyedia avtur di Indonesia.

Berbeda dengan Malaysia yang memiliki beberapa penyedia, Indonesia masih tergantung pada satu pemasok, yaitu Pertamina.

"Jika hanya ada satu penyedia, mereka dapat menetapkan harga yang mereka inginkan," jelasnya.

Faktor terakhir yang disebutkan Fernandes adalah penerapan PPN dan pajak impor suku cadang pesawat, yang menurutnya turut menaikkan biaya operasional maskapai.

(*)

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved