KPK Duga Ada Tanah Negara Dijual Kembali ke Negara dalam Proyek Kereta Cepat Whoosh

KPK menduga adanya praktik penjualan kembali tanah milik negara kepada negara dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
IST
KERETA WHOOSH - Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi. KPK menduga adanya praktik penjualan kembali tanah milik negara kepada negara dalam proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh). Penyelidikan juga menyoroti dugaan mark up pembebasan lahan. 

Selain soal tanah, KPK juga menyelidiki dugaan mark up dalam proses pembebasan lahan proyek kereta cepat tersebut.

Asep meminta agar pihak-pihak yang meraup keuntungan tidak wajar segera mengembalikan dana yang telah diterima.

“Misalnya harga wajar lahan itu 10, tapi dibayar 100. Kan tidak wajar itu. Kembalikan, karena negara rugi,” ujarnya.

Namun, Asep belum merinci lokasi pasti pembebasan lahan yang diselidiki. “Ini sepanjang jalur proyek, bisa di Halim, Bandung, atau di antara keduanya,” katanya.

 

Baca juga: Prabowo Bela Jokowi: Pemimpin Kok Dicaci, Ini Budaya Apa?

 

Diselidiki Sejak Awal 2025

KPK diketahui mulai melakukan penyelidikan terkait dugaan mark up proyek Whoosh sejak awal 2025. “Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Asep pada 27 Oktober 2025.

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menambahkan bahwa penyelidikan masih berjalan secara tertutup. Ia juga mengimbau masyarakat untuk memberikan informasi tambahan terkait dugaan korupsi tersebut.

“Prosesnya masih terus berlanjut. Tim sedang mengumpulkan berbagai keterangan untuk mengungkap perkara ini,” kata Budi.

 

Baca juga: KPK Selidiki Dugaan Mark Up Proyek Whoosh, Agus Pambagio: Itu Murni Ide Jokowi

 

Pernyataan Mahfud MD

Dugaan mark up dalam proyek Whoosh juga sebelumnya disinggung oleh Mahfud MD, mantan Menko Polhukam, melalui video di kanal YouTube-nya pada 14 Oktober 2025.

“Menurut perhitungan pihak Indonesia, biaya per satu kilometer kereta Whoosh itu 52 juta dolar AS. Tapi di China hanya 17–18 juta dolar AS. Naik tiga kali lipat,” kata Mahfud.

“Ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana? Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” ujarnya menegaskan.

(*)

Sumber: Kompas.com
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved