WALHI Sulsel: PT Vale Lalai dalam Mitigasi Risiko Lingkungan, Danau Towuti Tercemar Minyak

Hasil investigasi WALHI di lapangan selama empat hari menemukan adanya kebocoran dari pipa bawah tanah milik PT Vale.

Editor: Imam Wahyudi
(Humas Pemkab Lutim)
KERUSAKAN LINGKUNGAN - Bupati Luwu Timur Irwan Bachri Syam memantau proses uji air danau Towuti yang dilakukan Disaster Risk Reduction Center Universitas Indonesia (DRRC UI) dan Dinas Lingkungan Hidup Lutim bersama PT Global Environment Laboratory atas dampak tumpahan minyak akibat kebocoran pipa PT Vale, Selasa (16/9/2025). 

TRIBUNTORAJA.COM - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menuding PT Vale Indonesia Tbk lalai dalam menerapkan mitigasi risiko lingkungan.

Kelalaian itu dinilai menjadi penyebab terjadinya kebocoran pipa limbah yang mengakibatkan tumpahan minyak mencemari ekosistem Danau Towuti di Kabupaten Luwu Timur.

Atas peristiwa tersebut, WALHI Sulsel mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) segera melakukan audit menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan PT Vale untuk memastikan tanggung jawab perusahaan dalam penanganan dampak pencemaran.

“Kami menilai PT Vale gagal melakukan langkah mitigasi yang seharusnya bisa mencegah kebocoran. Akibatnya, tumpahan minyak memapar hingga 10 kilometer dan mencemari Danau Towuti yang merupakan kawasan konservasi,” kata Direktur Eksekutif WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, dalam konferensi pers di Makassar, Jumat (24/10/2025).

Hasil investigasi WALHI di lapangan selama empat hari menemukan adanya kebocoran dari pipa bawah tanah milik PT Vale.

Minyak berwarna hitam pekat terlihat mencemari perairan dan lahan warga di sekitar kawasan danau.

“Fakta di lapangan jelas menunjukkan minyak tersebut masih mengendap di dasar sungai dan danau hingga kini. Itu artinya, PT Vale belum melakukan pemulihan lingkungan secara tuntas,” ujar Amin.

Menurutnya, peristiwa ini memperlihatkan lemahnya sistem pengawasan internal perusahaan.

Prosedur keamanan yang seharusnya mencegah kebocoran tidak dijalankan dengan baik, padahal Luwu Timur merupakan wilayah rawan gempa yang semestinya dimitigasi secara intensif.

“Pipa yang ditanam di bawah tanah harusnya dimonitor secara ketat. Namun kenyataannya, PT Vale tidak menjalankan mitigasi dengan disiplin,” tegasnya.

WALHI Sulsel menilai penanganan dan pemulihan pascakejadian masih jauh dari memadai, termasuk dalam pemberian kompensasi kepada masyarakat terdampak.

“Ada warga yang sawahnya terkena limbah memang sudah diberi kompensasi, tapi jumlahnya tidak sebanding dengan kerugian dan dampak ekonomi yang ditimbulkan. Proses recovery akan memakan waktu panjang,” jelas Amin.

Atas dasar itu, WALHI mengajukan tiga tuntutan utama.

Pertama, KLHK segera turun tangan meninjau lokasi dan mengaudit tata kelola lingkungan PT Vale.

Kedua, PT Vale diminta mengakui kelalaian dalam mencegah kebocoran dan pencemaran lingkungan.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved