Pelatih dan Pemain PSM Makassar Rasakan Sensasi Tari Pepe Pepeka Ri Makkka di Benteng Fort Rotterdam

Tiga pemain absen karena menjalani pemusatan latihan bersama Timnas U-23 Indonesia, yakni Ananda Raehan, Ricky Pratama

Editor: Imam Wahyudi
Kaswadi
BUDAYA MAKASSAR - Pemain dan ofisial PSM Makassar berkunjung ke Benteng Fort Rotterdam, Makassar, Kamis (13/11/2025) sore. Dalam kunjungan ini, sejumlah pemain merasakan langsung sensasi Tari Pepe-Pepeka Ri Makkka, tarian tradisional khas Makassar yang mempertontonkan atraksi menantang api. 

TRIBUNTORAJA.COM - Suasana berbeda dirasakan para pemain dan ofisial PSM Makassar saat berkunjung ke Benteng Fort Rotterdam, Makassar, Kamis (13/11/2025) sore.

Mereka bukan hanya menikmati panorama situs bersejarah, tetapi juga ikut merasakan langsung sensasi Tari Pepe-Pepeka Ri Makkka, tarian tradisional khas Makassar yang mempertontonkan atraksi menantang api.

Kunjungan skuad Juku Eja ini merupakan bagian dari rangkaian peringatan HUT ke-110 PSM Makassar yang jatuh pada 2 November 2025 lalu.

Tim datang ke lokasi pukul 16.32 Wita dipimpin langsung pelatih kepala Tomas Trucha, diikuti 31 pemain, manajemen, dan ofisial klub.

Tiga pemain absen karena menjalani pemusatan latihan bersama Timnas U-23 Indonesia, yakni Ananda Raehan, Ricky Pratama, dan M Ardiansyah.

Setibanya di Benteng Fort Rotterdam, rombongan PSM Makassar disambut dengan Angngaru, ritual adat Bugis-Makassar yang menggambarkan sumpah setia prajurit kepada rajanya sebelum berperang.

Suara lantang sang pemandu Angngaru menambah khidmat suasana penyambutan.

Rombongan kemudian naik ke Bastion Bone, salah satu bagian benteng peninggalan Kerajaan Gowa tersebut, untuk menyaksikan Tarian Paraga, atraksi tradisional yang menampilkan kelincahan para penari pria memainkan bola takraw.

Gerakan tarian ini melambangkan kerjasama, semangat, dan kegigihan, sebuah nilai yang juga dijunjung tinggi dalam dunia sepak bola.

Momen paling menarik terjadi saat tampilnya Tari Pepe-Pepeka Ri Makkka, tarian khas Makassar yang menggunakan api sebagai simbol keberanian dan spiritualitas.

Dalam tarian ini, para penari memegang api tanpa terbakar sedikit pun.

Beberapa pemain dan ofisial PSM pun diajak ikut mencoba atraksi tersebut.

Pelatih Tomas Trucha, bersama Cadu Nunes, Abdul Rahman, dan Gledson Paixao, tampak antusias saat api didekatkan ke tangan mereka.

“Kita ingin para pemain memahami bahwa ‘legacy’ bukan hanya soal prestasi, tapi juga tentang warisan budaya dan semangat dari para pendahulu kita,” ujar Manajer PSM Makassar, Muhammad Nur Fajrin.

Menurut Fajrin, kunjungan ke situs bersejarah ini menjadi bagian dari tema ulang tahun PSM ke-110, “Continue Legacy”, yang mengandung makna melanjutkan tradisi kebanggaan dan karakter kuat masyarakat Sulawesi Selatan.

 
Warisan Budaya dan Semangat Juang
Benteng Fort Rotterdam, yang berdiri sejak tahun 1545 di masa Raja Gowa ke-9 Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna, menjadi simbol perjalanan panjang sejarah Makassar. Lokasi ini dipilih bukan hanya karena nilai sejarahnya, tapi juga karena mencerminkan keteguhan dan semangat juang — nilai yang ingin diwariskan kepada seluruh skuad PSM.

“Melalui kegiatan seperti ini, para pemain bisa mengenal lebih dalam budaya dan karakter masyarakat yang mereka wakili di lapangan,” kata Fajrin.

Sejarah PSM Makassar

Dalam kesempatan ini, pelatih, pemain dan ofisial diberikan penjelasan sejarah PSM Makassar oleh penulis buku Satu Abad PSM Mengukir Sejarah, M Dahlan Abubakar.

M Dahlan Abubakar menyebut, PSM Makassar adalah tim penuh sejarah. 

Klub ini 110 tahun tetap eksis di sepak bola Indonesia. Tak pernah sekali pun merasakan degradasi.

Berbagai julukan pun disematkan kepada klub kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) ini.

Pertama, Juku Eja. Ia menyebut, pemain PSM Makassar itu di lapangan sangat cepat, lincah dan agresif. 

Apalagi, PSM Makassar memiliki jersey kandang berwarna merah.

"Dibayangkan seperti ikan yang di laut, Juku Eja. Itu kan gesit," sebutnya saat ditemui Tribun-Timur.com,  Kamis.

Dahlan Abubakar melanjutkan, PSM Makassar juga mempunyai julukan Ayam Jantan dari Timur.

Julukan ini lahir dari persaingan sengit PSM Makassar dengan PSMS Medan.

PSMS Medan memiliki julukan Ayam Kinantan, makanya PSM Makassar menggunakan Laskar Ayam Jantan dari Timur.

“Kita gunakan Ayam Jantan Dari Timur, karena memang satu-satunya tim dari belahan timur itu adalah PSM Makassar,” ucapnya.

Akademisi Universitas Hasanuddin ini melanjutkan, PSM Makassar juga mempunyai julukan Pasukan Ramang.

Pasukan Ramang dipopulerkan oleh pendiri Fajar Group Alwi Hamu.

Pasukan Ramang ini untuk memberi semangat kepada pemain waktu 1990 karena prestasi PSM Makassar menurun.

Sebab, 24 tahun trofi juara Liga Perserikatan tak pernah mendarat di Kota Makassar.

Akhirnya, pada musim 1991/1992 PSM Makassar keluar sebagai kampiun di bawah pelatih Syamsuddin Umar.

“Pasukan Ramang dulu untuk memberi semangat kepada pemain, waktu itu tahun 1990, masa drop kita terlalu lama, tak pernah juara,” tuturnya.

Terakhir, ada julukan Laskar Pinisi. Dahlan Abubakar mengatakan, julukan itu sebagai simbol ketangguhan kapal pinisi menghadapi gelombang laut dan angin topan.

Makanya, ada semboyan di PSM Makassar itu bola boleh lewat, tapi orang tidak. Orang boleh lewat, tapi bola tidak.

Soal slogan Siri Na Pacce, Dahlan Abubakar menyampaikan, pemain yang membela PSM Makassar harus punya rasa malu kalau kalah.

Dulu pemain kalau kalah itu menangis, begitu pun dengan suporter.

Ia pun mengutip pernyataan Ramang bahwa pertandingan itu bukan 2x45 menit, melainkan 2x90 menit.

“Kita berharap ini menjadi motivasi soalnya PSM Makassar bukan tim kecil, bukan tim kemarin, sudah 110 tahun,” sebutnya.(kaswadi)

 

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved