TRIBUNTORAJA.COM - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir sementara ribuan rekening pasif (dormant) sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat dan sistem keuangan nasional dari penyalahgunaan rekening untuk aktivitas kriminal.
Rekening dormant sendiri adalah rekening tabungan atau giro yang tidak aktif dalam jangka waktu tertentu.
Hasil temuan PPATK menunjukkan bahwa rekening-rekening semacam ini kerap disalahgunakan untuk transaksi ilegal seperti pencucian uang, penipuan daring, perdagangan narkotika, hingga penampungan hasil perjudian online.
“Untuk melindungi masyarakat dan sistem keuangan, PPATK menghentikan sementara transaksi pada sejumlah rekening dormant, sesuai dengan UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,” tulis PPATK melalui akun media sosial resminya, @ppatk_indonesia.
Meski dilakukan pemblokiran sementara, PPATK menegaskan bahwa nasabah tetap memiliki hak penuh atas dana yang tersimpan.
Nasabah dapat mengajukan reaktivasi melalui bank masing-masing atau menghubungi PPATK untuk proses klarifikasi.
Selama tahun 2024, PPATK mencatat lebih dari 28.000 rekening terindikasi digunakan dalam aktivitas ilegal, terutama perjudian online.
Kebijakan PPATK ini melahirkan gelombang protes dari masyarakat.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) bahkan menyoroti soal kebijakan pemblokiran rekening dormant atau tidak aktif oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Direktur Pengembangan Big Data INDEF, Eko Listiyanto mengatakan kebijakan tersebut dinilai gegabah dan berdampak besar terhadap perekonomian.
"Menurut saya, direvisi ya, bukan berarti kita nggak mendukung pemberantasan judi online ya, tetapi cara ini terlalu gegabah begitu," kata Eko.
Adapun dampak yang paling dekat yakni berpotensi menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat untuk menabung di perbankan.
Dimana masyarakat yang sejatinya menabung di bank agar bisa mengambil uangnya sewaktu-waktu, akan menjadi kesulitan ketika rekeningnya diblokir meski tak digunakan untuk tindak kejahatan.
"Sehingga menurut saya sih kebijakan ini terlalu ekstrem lah ya gitu ya, untuk sektor perbankan dan pasti tidak ini ya tidak konstruktif untuk sektor perbankan, bahkan saya menduganya mungkin juga ada risiko keengganan menabung ya ke depan kalau ini nggak segera direvisi," ucapnya.
Memang, bagi rekening yang terbukti tidak untuk menampung uang hasil kejahatan, pemilik bisa langsung melapor ke bank terkait pembukaan blokir tersebut.
Namun, Eko menyoroti soal birokrasi yang akan sangat panjang bagi pemilik rekening yang terblokir tersebut.
"Tetapi dengan kebijakan ini secara tidak langsung mereka tertuduh gitu ya, bahwa rekeningnya indikasi disalahgunakan, terus untuk membuktikan tidak disalahgunakan mereka harus datang ke bank melaporkan kembali bahwa itu benar rekening yang tidak digunakan untuk judi online," ungkapnya.
"Cuma implikasinya kan ketika membuka tidak bisa segera gitu loh, harus ada konfirmatori check and recheck lagi disitu dan itu memakan waktu," ucapnya.
Dengan kondisi seperti itu, kata Eko, hal tersebut sudah tidak relevan dengan tren perbankan saat ini, di mana bank itu menjadi tempat invetasi besar-besaran seiring perkembangan digital.
Bahkan, lanjut Eko, dampak terbesarnya dengan berkurangnya minat masyarakat untuk menabung, akan membuat pembangunan di Indonesia tidak berjalan.
"Kalau nggak ada tabungan pembangunan gak bisa dilakukan tuh ya, jadi pertumbuhan ekonomi itu tergantung laju kredit perbankan, laju kredit perbankan tergantung berapa uang masyarakat yang disimpan di bank itu begitu," tuturnya.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana, mengungkapkan pihaknya telah membuka kembali transaksi sebanyak 28 juta lebih rekening nganggur atau dormant yang sempat dihentikan sementara.
Ivan mengatakan pembukaan kembali transaksi terhadap lebih dari 28 juta rekening dormant tersebut telah dilakukan sejak awal proses tersebut berjalan beberapa bulan lalu.
"Lho ya memang sejak awal proses ini jalan beberapa bulan lalu, kami sudah membuka kembali 28 juta lebih rekening yang kami hentikan transaksinya sementara," kata Ivan saat dihubungi Tribun.
"Puluhan juta rekening tidak aktif, kami hentikan sementara transaksinya lalu kami cek kelengkapan dokumennya serta keberadaan nasabahnya, dan setelah diingatkan kepemilikan rekeningnya, segera kami cabut henti-nya. Ramainya baru sekarang," ungkapnya.
Ivan menjelaskan langkah tersebut adalah bagian dari program pencegahan yang harus dilakukan.
Justru, kata Ivan, dengan apa yang dilakukan PPATK tersebut rekening-rekening tabungan menjadi semakin aman dan terpantau oleh nasabahnya masing-masing.
"Yang pusing sekarang para pelaku pidana, mau nyari rekening tidur buat disalahgunakan menjadi susah," ujar dia.
"Beberapa (ribuan nasabah) marah ke PPATK karena merasa dibekukan sebagai akibat tidak aktif, setelah kami cek ternyata alasan pembekuan bukan karena dormant tapi karena murni rekening penampungan hasil pidana (mayoritas judi online)," lanjutnya.
Ia mengatakan pihaknya juga telah melaporkan hal tersebut ke aparat penegak hukum.
Dia juga menunjukkan sebuah grafik yang menunjukkam turunnya trend deposit perjudian online pada Semester I tahun 2025.
Pada grafik tersebut, terlihat tren mengalami kenaikan sekaligus penurunan yang tajam di bulan April 2025.
"Ketika dormant kita bekukan, deposit judol langsung nyungsep sampai minus 70 persen lebih. Dari Rp5 trilliun lebih menjadi hanya Rp1 rilliunan lebih," kata Ivan.
"Trend jumlah transaksi deposit Judol juga terjun bebas setelah kita bekukan dormant. Ini kan semua hasil positif. Sesuai Asta Cita dan Indonesia Emas beneran," ungkapnya.
Ia juga mengimbau agar masyarakat sebagai nasabah menjaga kepemilikan rekeningnya.
Ivan mengimbau agar jangan sampai rekening masyarakat disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dia pun menunjukkan potongan klip pemberitaan di televisi yang menyoroti sejumlah kasus pidana terkait pembobolan rekening nasabah.
Menurutya, saat ini tindak pidana semacam itulah yang juga tengah dicegah oleh PPATK.
"Ya jaga saja sebagai nasabah atas kepemilikan rekeningnya. Memang ini perintah Undang-Undang agar nasabah melakukan pengkinian datanya, sehingga tidak rawan disalahgunakan," pungkas Ivan.(Tribun Network/abd/ibz/wly)