Wartawan Senior Makassar SC Kongres Persatuan PWI
Dalam rapat tersebut, Hendry dan Zulmansyah sama-sama mengusulkan nama untuk posisi kepanitiaan.
TRIBUNTORAJA.COM - Berdasarkan Kesepakatan Jakarta, konflik Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) akan diselesaikan melalui Kongres Persatuan yang akan digelar di Jakarta paling telat 30 Agustus 2025.
Kongres Persatuan ini untuk menyatukan dua kubu yang sama-sama mengklaim sebagai Ketua PWI.
Yaitu Ketua Umum PWI Kongres Bandung, Hendry Ch Bangun dan Ketua Umum PWI KLB, Zulmansyah Sekedang.
Hendry dan Zulmansyah sepakat mengakhiri konflik setelah dimediasi oleh anggota Dewan Pers, Dahlan Dahi.
Terkait pelaksanaan Kongres Persatuan, Ketua PWI Sulawesi Selatan periode 2006-2010 dan 2010-2015, Zulkifli Gani Ottoh, dipercaya menjadi Ketua Steering Committee (SC).
Zugito, sapaan Zulkifli Gani Ottoh, ditunjuk sebagai Ketua Steering Committe Kongres Persatuan melalui rapat daring pembentukan panitia kongres pada Rabu (21/5/2025) malam.
Rapat pembentukan panitia dihadiri pula Dahlan Dahi.
Dalam rapat tersebut, Hendry dan Zulmansyah sama-sama mengusulkan nama untuk posisi kepanitiaan.
Penunjukan Zugito yang merupakan calon yang diusulkan Hendry, kemudian disepakati Zulmansyah.
Terkait penunjukannnya, Zugito yang saat ini Sekretaris Dewan Kehormatan PWI menyebut siap mengemban amanah.
“Tadi pagi saya dihubungi Hendry Ch Bangun bahwa saya diminta jadi Ketua SC nanti di kongres. Saya bilang ya Bismillah,” kata Zugito, Kamis (22/5/2025).
Namun sebelum memimpin SC Kongres Persatuan, Zugito akan menemui kedua pihak terlebih dahulu membahas persiapan, khususnya aspek legalitas kongres.
“Mungkin hari Minggu saya ke Jakarta, saya sudah janjian Pak Hendry. Kalau ada juga dari kubunya Zulmansyah, kita duduk sama-sama. Saya ini kan ditunjuk oleh mereka berdua, kalau sudah sepakat kita laksanakan,” ujar wartawan senior asal Makassar ini.
Zugito memaparkan, status Kongres Persatuan harus diperjelas terlebih dahulu, sebab tidak diatur dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PD/PRT) PWI.
“Ini kan tidak diatur PDPRT-nya PWI. Nah, yang ada diatur di PDPRT-nya PWI itu hanya dua. Kongres yang lima tahun sekali, dan kongres apabila ketua umum berhalangan tetap, atau ada kesalahan fatal sehingga kongres diminta oleh minimal dua per tiga jumlah PWI provinsi,” ucapnya.
“Nah, kongres ini apa namanya? Jadi nanti kalau saya pimpin SC, saya akan pertanyaan dulu kepada audiens, kita tetapkan nama kongres, sekalipun tidak diatur oleh PD-PRT. Karena yang tertinggi itu memang di kongres,” sambung Zugito.
Sebagai mantan Ketua Bidang Organisasi di PWI Pusat, kata Zugito, pelaksanaan kongres harus tertib administrasi, agar tidak memunculkan masalah baru di kemudian hari.
Ia mencontohkan, jika kongres yang digelar dianggap sebagai kongres biasa, maka harus ada laporan petanggung jawaban dari ketua umum, serta perubahan pengurus.
Sementara jika berstatus kongres luar biasa, artinya hanya ketua akan diganti, bukan pergantian kepengurusan.
“Nah, apakah dua kubu ini, Zulmansyah dengan Henry sepakat? Dan lagi kesepakatan itu tidak bisa hanya berdua, tidak boleh diputuskan oleh dua orang, harus melibatkan semua anggota PWI, dari kedua pihak,” paparnya.
Ia berharap ketua pengurus PWI tingkat provinsi di seluruh Indonesia, turut diundang untuk membahas rencana kongres ini terlebih dahulu.
“Saya tidak bisa memutuskan sendiri, saya selalu kembalikan ke floor (forum). Itulah kebijakan kita kalau memimpin kongres sebesar PWI,” tambah Zugito.
Zugito berharap konflik internal ini bisa segera diselesaikan, sebab memberi dampak buruk bagi PWI maupun wartawan itu sendiri.
Dampaknya luar biasa. Pertama, kepercayaan pemerintah, mitra kita, pengusaha, dan lain-lain terhadap PWI langsung turun drastis.
“Yang kedua, kasihan anggota-anggota PWI yang seharusnya sudah bisa menerima kartu uji kompetensi wartawan tapi tidak bisa karena adanya masalah ini,” katanya.
Di sisi lain, Zugito memuji upaya pengurus baru Dewan Pers, khususnya Wakil Ketua Komisi Pendataan, Dahlan Dahi, menengahi konflik pengurus PWI ini.
“Saya bangga dengan Pak Dahlan, karena Pak Dahlan bisa menyatukan PWI yang dua kubu ini, Dahlan Dahi itu yang saya anggap dia pahlawan. Dari dulu banyak orang-orang yang merasa senior di PWI, baik pusat maupun daerah tapi tidak ada yang berhasil (selesaikan konflik),” ucap dia.
“Jadi saya bangga, saya bangga teman saya itu sama-sama kita dari Makassar, dari awal dari Makassar. Saya bangga sekali,” pungkasnya.(fahrizal)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.