Harga Minyak Dunia Bisa Melejit Tak Terkendali jika Perang Israel-Hamas Palestina Meluas

Laporan Bank Dunia mensimulasikan tiga skenario untuk pasokan minyak global dalam kasus gangguan kecil, sedang, dan besar.

Penulis: Redaksi | Editor: Donny Yosua
AP Photo
Bank Dunia, Senin (30/10/2023), mengeluarkan laporan yang menemukan bahwa harga minyak bisa melejit tidak karuan jika kekerasan antara Israel dan Hamas semakin mengganas. 

TRIBUNTORAJA.COM, WASHINGTON - Bank Dunia, Senin (30/10/2023), mengeluarkan laporan yang menemukan bahwa harga minyak bisa melejit tidak karuan jika kekerasan antara Israel dan Hamas semakin mengganas.

Meluasnya perang juga dapat mengakibatkan lonjakan harga makanan di seluruh dunia.

Outlook Pasar Komoditas Bank Dunia menemukan, dampak terhadap harga minyak diprediksi terbatas jika konflik tidak meluas.

 

 

Namun pandangan tersebut "akan menjadi lebih suram dengan cepat jika konflik ini mengganas."

Serangan yang dilancarkan oleh kelompok Hamas ke Israel dan operasi militer balasan Israel memunculkan ketakutan akan kemungkinan konflik lebih luas di Timur Tengah.

Ancaman eskalasi masih mengintai.

 

Baca juga: Kutip Alkitab, PM Netanyahu Sebut Israel Tidak Akan Setuju Gencatan Senjata di Gaza Palestina

 

Tank dan pasukan infanteri Israel merangsek ke Gaza, wilayah Palestina yang berada di bawah blokade Israel sejak 2007, akhir pekan lalu ketika Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan tahap kedua serangan.

Hamas meminta bantuan lebih lanjut dari sekutu regional mereka, termasuk kelompok Hizbullah yang didukung Iran di Lebanon.

Laporan Bank Dunia mensimulasikan tiga skenario untuk pasokan minyak global dalam kasus gangguan kecil, sedang, dan besar.

 

Baca juga: Tingkatkan Serangan Darat, Tank-tank Israel Mulai Bergerak Menuju Kota Gaza

 

Dalam skenario "gangguan kecil," dampaknya diprediksi terbatas, dan harga minyak diperkirakan akan turun dari level saat ini, yaitu sekitar USD90 per barel, menjadi rata-rata USD81 per barel tahun depan, menurut perkiraan Bank Dunia.

Dalam skenario "gangguan sedang," yang setara dengan gangguan yang terjadi selama perang di Irak, pasokan minyak global sekitar 100 juta barel per hari akan berkurang sebanyak 3 hingga 5 juta barel per hari, yang bisa mendorong kenaikan harga minyak hingga 35 persen.

Dalam skenario "gangguan besar," yang sebanding dengan embargo minyak Arab pada tahun 1973, pasokan minyak global akan menyusut sebanyak 6 hingga 8 juta barel per hari, dan harga bisa melonjak sebesar 56 persen hingga 75 persen, atau mencapai kisaran USD140 hingga USD157 per barel, menurut laporan tersebut.

 

Baca juga: Israel Tahan Kiriman Bantuan ke Gaza, Pengadilan Kriminal Internasional: Itu Kejahatan Perang!

 

Indermit Gill, ekonom kepala Bank Dunia, menyatakan serangan Rusia ke Ukraina mengganggu ekonomi global "yang masih berlanjut hingga saat ini."

"Jika konflik ini meningkat, ekonomi global akan menghadapi guncangan energi ganda untuk pertama kalinya dalam beberapa dekade, bukan hanya dari perang di Ukraina tetapi juga dari Timur Tengah," kata Gill.

Ayhan Kose dari Bank Dunia mengatakan kenaikan harga minyak akan mengakibatkan kenaikan harga makanan.

 

Baca juga: Tolak Pesawat dari Israel, Massa Serbu Bandara Rusia

 

"Jika guncangan harga minyak yang parah benar-benar terjadi, itu akan mendorong inflasi harga makanan yang saat ini saja sudah tinggi di banyak negara berkembang, sebagai akibat dari serangan Rusia di Ukraina," ujar Kose.

"Eskalasi konflik terbaru akan memperburuk ketidakamanan pangan, tidak hanya dalam wilayah tersebut tetapi juga di seluruh dunia," imbuhnya.

Secara keseluruhan, harga minyak sudah naik sekitar 6 persen sejak awal konflik dimulai. Emas yang cenderung naik selama periode konflik, juga melonjak sekitar 8 persen, menurut Bank Dunia.

 

Baca juga: Elon Musk Akan Beri Koneksi Internet via Starlink ke Gaza, Israel Murka

 

Meskipun demikian, beberapa analis skeptis Amerika Serikat akan mengalami kekurangan minyak yang masif, mengingat produksi minyak AS saat ini berada pada tingkat tertinggi sepanjang sejarah.

Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional Fatih Birol mengatakan antara serangan Rusia dan kekerasan terbaru antara Israel dan Hamas di Gaza, "tak ada yang bisa meyakinkan saya bahwa minyak dan gas adalah pilihan energi yang aman dan pasti bagi negara-negara atau konsumen."

(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved