KPK Jemput Paksa SYL

Guru Besar Fakultas Hukum Unhas: Penjemputan Paksa SYL Cacat Prosedur

Lebih lanjut Prof Amir Ilyas menegaskan seharusnya KPK sudah melakukan penjemputan paksa ketika SYL mangkir atas pemanggilan

Editor: Imam Wahyudi
ist
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Prof Amir Ilyas 

TRIBUNTORAJA.COM - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Prof Amir Ilyas, mengatakan peristiwa penjemputan paksa KPK terhadap mantan Mentan, Syahrul Yasin Limpo (SYL), membuat publik bertanya-tanya.

Menurut Amir Ilyas, SYL tidak dalam upaya bersembunyi atau melarikan diri.

Kedua, kata profesor hukum Unhas termuda itu, penjemputan paksa SYL ada cacat prosedur.

Dimana KPK sebelumnya sudah mengeluarkan surat pemanggilan kepada Syahrul Yasin Limpo tertanggal 13 Oktober 2023.

"Kan tanggal 13 dan itu surat resmi KPK, jadi penjemputan paksa (12 Oktober 2023) malam ini, menurut saya tidak sesuai prosedur," ungkapnya.

Lebih lanjut Prof Amir Ilyas menegaskan seharusnya KPK sudah melakukan penjemputan paksa ketika SYL mangkir atas pemanggilan pada Rabu (11/10/23).

Pada tanggal tersebut SYL izin pulang ke Makassar untuk menjenguk ibunya yang tengah sakit.

"Logikanya, kalau KPK mau langsung tangkap yah saat SYL mangkir atau izin kemarin kan, langsung saja di situ dicekal," tambahnya.

Tindakan-tindakan KPK dalam penanganan kasus SYL inipun mulai menuai sorotan dan cukup didramatisir.

Terlepas dari itu Prof Amir Ilyas mengungkapkan bahwa penjemputan paksa SYL yang dilakukan KPK ini bisa menjadi bahan praperadilan.

"Yah karena ini tidak sesuai prosedural jadinya nanti bisa menjadi salah satu bahan untuk praperadilan yang ingin diajukan SYL," tutupnya.

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL) di sebuah apartemen di Jakarta Selatan, Kamis (12/10/23) sekitar pukul 19.00 WIB.

SYL didatangi oleh penyidik KPK saat mantan Gubernur Sulsel dua periode itu sedang mempersiapkan berkas yang akan dibawa ke KPK keesokan harinya.

Informasi diperoleh, saat itu SYL hanya mengenakan kaos oblong berwarna hijau.

Penangkapan SYL menuai sorotan lantaran dianggap menyalahi prosedur.

Salah satu yang disoroti dari penjemputan paksa ini adalah surat panggilan yang diterbitkan KPK tertanggal 13 Oktober 2023.

Namun pada kenyataannya, SYL dijemput paksa pada 12 Oktober malam.

SYL tiba di gedung KPK pada pukul 19.17 WIB.

Namun, dia tidak memberikan komentar ketika diserbu pertanyaan oleh wartawan.

KPK menegaskan bahwa mereka memiliki bukti yang kuat terkait kasus ini.

Salah satu bukti yang mereka miliki adalah sejumlah uang tunai senilai Rp30 miliar dan Rp400 juta yang ditemukan oleh penyidik KPK di lokasi yang berbeda.

Lebih lanjut, KPK telah mengkategorikan kasus ini menjadi tiga klaster.

Pertama, terkait dugaan pemerasan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 12 e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Kedua, dugaan penerimaan gratifikasi.

Dan yang terakhir, dugaan pencucian uang yang diduga dilakukan oleh salah satu tersangka dalam kasus ini.

Konstruksi Perkara

KPK menyebut, selama periode kepemimpinan sebagai mentan, SYL membuat kebijakan personal perihal pungutan atau setoran di antaranya dari ASN Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga.

SYL menugaskan Kasdi dan Hatta melakukan penarikan sejumlah uang dari unit eselon I dan II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.

"Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian yang sudah di-mark up termasuk permintaan uang pada para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian," ucap Wakil Ketua KPK Johanis Tanak dalam jumpa pers penetapan SYL sebagai tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Rabu (11/10/2023) malam.

Atas arahan SYL, Kasdi dan Hatta memerintahkan bawahannya untuk mengumpulkan sejumlah uang di lingkup eselon I, para Direktur Jenderal, Kepala Badan hingga Sekretaris di masing-masing eselon I dengan nilai yang telah ditentukan SYL dengan besaran 4.000 dolar AS hingga 10.000 dolar AS.

Tanak mengatakan penerimaan uang melalui Kasdi dan Hatta sebagai representasi SYL dilakukan secara rutin tiap bulan dengan menggunakan pecahan mata uang asing.

"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," ungkap Tanak.

"Sejauh ini uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah sekitar Rp13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan tim penyidik," imbuhnya.

SYL cs disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12 huruf B Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved