Pernikahan Dini

GA dan DS Menikah Muda Demi Menghindari Zina dan Omongan Negatif Tetangga

Saat ini, GA berprofesi sebagai buruh harian sedangkan istrinya DS sebagai ibu rumah tangga. Dari pernikahan tersebut, keduanya dikaruniai satu anak.

|
Penulis: Freedy Samuel Tuerah | Editor: Apriani Landa
sendang-rembang.desa.id
ilustrasi 

TRIBUNTORAJA.COM, RANTEPAO - Angka pernikahan dini masih menjamur di beberapa daerah, tak terkecuali di Toraja.

Menurut Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perkawinan, batas usia minimal bagi pria dan wanita untuk menikah adalah 19 tahun.

Sedangkan ukuran usia remaja menurut WHO yaitu 10 - 24 tahun, sementara menurut Kementerian Kesehatan 10-19 tahun.

Salah satu pasangan yang menikah muda di Toraja yaitu GA dan DS. Keduanya menikah di usia 18 tahun, setelah tamat dari sekolah menengah atas (SMA) tahun 2020 lalu.

Saat ini, GA berprofesi sebagai buruh harian sedangkan istrinya DS sebagai ibu rumah tangga. Dari pernikahan tersebut, keduanya dikaruniai satu anak.

GA pemuda asal Kecamatan Tallunglipu, Toraja Utara, dan DS pemudi asal Kecamatan Tondon, Kabupaten Toraja Utara.

Alasan mereka menikah muda karena untuk menghindari zina. Mereka sudah menjalin asmara selama 4 tahun.

Setelah tamat SMA di Toraja Utara, GA mengikuti saran orang tuanya untuk cepat menikah agar tidak ada fitnah dari masyrakat.

"Jadi, saya sudah jalani hubungan dengan DS sekitar 4 tahun dan kami memutuskan untuk menikah dini pada akhir tahun 2020 lalu untuk menghindari omongan liar dari tetangga," ucapnya.

"Kita tahu sendirilah, omongan warga di kampung ini bahaya dan lebih banyak negatifnya. Jadi untuk menghindari itu saya menyetujui lamaran dari GA," tuturnya.

GA mengatakan, saat dilamar tidak langsung menyetujui. Ia memikirkannya cukup lama sebelum memutuskan untuk menerima lamaran DS.

Karena usia belum mencukupi 19 tahun, awalnya mereka menikah secara adat.

"Jadi tahun 2020, kami masih usia 18 tahun. Kami awalnya nikah adat dan di tahun 2021 kami baru nikah resmi (Negara) dan juga pemberkatan di gereja," jelasnya.

Anak Stunting

Pernikahan mereka yang sudah memasuki dua tahun lebih itu telah dikaruniai satu anak. GA menyebut anaknya masuk dalam kategori stunting.

"Jadi kata pemerintah dari puskesmas setempat bahwa anak semata wayang kami, ciri-ciri fisik masuk kategori stunting. Padahal kan belum tentu," kata DS.

Disebutkan pertumbuhan anaknya kurang maksimal.

"Saya dan istri memang tergolong dari keturunan tidak begitu tinggi secara fisik, begitulah rata-rata jika keturunan, kami rutin ke puskesmas untuk menerima bantuan dan vitamin untuk anak kami sekarang ini," imbuhnya.

Dilansir dari situs website resmi Dinas Kesehatan Indonesia, Stunting ialah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak yakni tinggi badan anak lebih rendah atau pendek (kerdil) dari standar usianya.

Kondisi tubuh anak yang pendek seringkali dikatakan sebagai faktor keturunan (genetik) dari kedua orang tuanya, sehingga masyarakat banyak yang hanya menerima tanpa berbuat apa-apa untuk mencegahnya.

Padahal seperti kita ketahui, genetika merupakan faktor determinan kesehatan yang paling kecil pengaruhnya bila dibandingkan dengan faktor perilaku, lingkungan (sosial, ekonomi, budaya, politik), dan pelayanan kesehatan.

Dengan kata lain, stunting merupakan masalah yang sebenarnya bisa dicegah.

Dilansir dari genbest, studi WHO di Indonesia menyebutkan salah satu penyebab masalah stunting di Indonesia adalah maraknya pernikahan dini.

Ada banyak faktor yang mendasari pernikahan dini, dari adat, ekonomi, hingga kehamilan yang tak diinginkan.

Fakta lainnya, sebesar 43,5 persen kasus stunting di Indonesia terjadi pada anak berumur di bawah tiga tahun (batita) dengan usia ibu 14-15 tahun, sedangkan 22,4 persen dengan rentang usia 16-17 tahun.

Saat melakukan sebuah pernikahan, perempuan yang masih berusia remaja secara psikologis belum matang, serta belum memiliki pengetahuan yang cukup mengenai kehamilan dan pola asuh anak yang baik dan benar.

Hubungan lainnya, para remaja masih membutuhkan gizi maksimal hingga usia 21 tahun. Nah, jika mereka sudah menikah pada usia remaja tahun, maka tubuh ibu akan berebut gizi dengan bayi yang dikandungnya.

Jika nutrisi si ibu tidak mencukupi selama kehamilan, bayi akan lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dan sangat berisiko terkena stunting.

Perempuan yang hamil di bawah usia 18 tahun, organ reproduksinya juga belum matang. Organ rahim, misalnya, belum terbentuk sempurna sehingga berisiko tinggi mengganggu perkembangan janin dan bisa menyebabkan keguguran.

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved