Injil Masuk Toraja

Biografi Octovianus Karre, Satu dari 10 Orang Baptis Pertama di Toraja

Disebutkan bahwa Octovianus Karre lahir di Tangti Gandang Batu, Mengkendek, Tana Toraja. Octovianus dikaruniai 10 anak dari strinya benama Tangreppe'.

|
Penulis: Freedy Samuel Tuerah | Editor: Apriani Landa
ist
Octovianus Karre dan istrinya Tangreppe' semasa hidup. Octovianus Karre merupakan satu dari 10 warga Toraja yang dibaptis pertama kali oleh penginjil asal Belanda, Antonie Aris Van de Loosdrecht, saat itu. 

TRIBUNTORAJA.COM, RANTEPAO - Ada 10 orang menjalani baptis pertama di Toraja oleh Antonie Aris Van de Loosdrecht.

Antonie merupakan salah satu pengabar Injil atau Zendeling pertama yang tiba di Toraja, Sulawesi Selatan.

Satu dari 10 orang yang dibaptis saat itu adalah Alm Octovianus Karre yang akrab disapa Ponglai' atau Nenek Karre.

Bertikut ini perjalanan hidup Octovianus Karre menurut salah satu cucunya, Pdt Edha Bara'Padang, yang diceritakan ulang kerabatnya di Toraja, Pdt Pyther Mambu, kepada Tribun Toraja, Jumat (10/3/2023).

Pdt Edha Bara'Padang saat ini sedang berada di pedalaman Morowali, Sulawesi Tengah, sebagai penginjil.

Disebutkan bahwa Octovianus Karre lahir di Tangti Gandang Batu, Mengkendek, Tana Toraja.

Ia mengatakan, kira-kira nenek lelakinya ini lahir tahun 1910.

"Pastinya saya lupa, tapi nenek meninggal tahun 1982," ucap Pdt Pyther Mambu.

Octovianus dikaruniai 10 anak dari strinya benama Tangreppe'.

Tempat tinggalnya pertama berada di Mamullu Makale, Kabupaten Tana Toraja.

Octovianus Karre adalah sosok yang sangat pendiam, sabar, pekerja keras.

Octovianus Karre berprofesi sebagai pedagang. Setelah dibaptis, keluarga ini pindah ke Palesan.

Ia lalu meninggalkan pekerjaannya sebagai pedagang dan kadang jadi pendamping misionaris Belanda yang datang ke Toraja sebagai penginjil.

Wilayah penginjilan di Toraja cukup luas, jarak yang ditempuh terbilang jauh dan saat itu tidak ada kendaraan.

Mereka jalan kaki, tanpa alas. Ini salah satu perjuangan yang luar biasa dirasakan penginjil saat itu.

Octovianus sudah bersiap penginjilan pagi-pagi buta, sebelum ayam berkokok.

Ia sudah berangkat menggunakan obor/sulo, berangkat seorang diri, ketempat penginjilan. Kalau hujan menggunakan daun talas sebagai payung.

Di umur Octovianus yang sudah mulai senja saat itu, ia tetap semangat menginjil.

Selain menginjil, Octovianus juga membantu mendoakan orang sakit, apapun latar belakang kepercayaannya.

Dan juga membantu persalinan masyarakat, dimana ia melayani.

Saat itu belum ada bidan sehingga kebanyakan wanita hamil melahirkan di rumahnya dan orang yang bantu persalinan akan dipanggil datang/dijemput.

Kadang pulang malam, karena setelah sampai ternyata belum waktunya untuk melahirkan. Kadang juga sudah melahirkan saat tiba.

Biasanya, Octovianus mendapat ucapan terima kasih dari masyarakat yang telah ditolong dengan memberikannya beberapa barang.

Masyarakat datang membawa ayam, dendeng (daging telah dikeringian), telor ayam, dan lainnya.

Bahkan, Octovianus membagikan beberapa ekor ayamnya ke tetangga dan sanak keluarga.

Juga dibagikan kepada para janda maupun masyarakat yang sangat membutuhkan.

Octovianus merupakan pribadi yang tulus dalam melayani dan membantu masyarakat.

Di sela-sela penginjilannya melayani dan membantu masyarakat, Octovianus juga bertani.

Kebetulan Octovianus memiliki sawah dan ladang tapi digarap oleh sanak keluarganya.

Bertani bukanlah pekerjaan utama hanya untuk mengisi waktu. Hal yang paling disenangi saat bertani adalah menyantap belalang sawah dengan cara digoreng.

"Bagi saya Almarhum sangat baik dan tulus. Ia merupakan pendoa yang setia," tutup Pendeta Pyther.

Pesan penting Octovianus sebelum meninggal kepada keluarga yaitu harus ikhlas dalam menjalani hidup maka apapun yang dikerjakan tidak akan pernah sia-sia.(*)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved